Ekonomi China Terus Melaju Walau Hanya dengan Satu Mesin
Ekonomi China, raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia, tengah berada di persimpangan jalan. Data terbaru menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang mengkhawatirkan, memicu pertanyaan besar tentang apakah mesin pertumbuhannya yang telah lama bergantung pada produksi industri dan ekspor masih dapat diandalkan.
Data ekspor bulan Juli, yang akan dirilis minggu ini, diperkirakan akan menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, para ekonom meragukan apakah pertumbuhan ekspor ini akan cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Data survei manufaktur terbaru justru menunjukkan penurunan aktivitas pabrik secara keseluruhan, terutama di sektor swasta dan eksportir. Ini menunjukkan bahwa mesin pertumbuhan China, yang selama ini bergantung pada produksi dan ekspor, mulai kehilangan tenaga.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi China adalah konsumsi domestik yang lemah. Krisis properti yang berkepanjangan telah menekan daya beli masyarakat, dan pemerintah tampaknya enggan untuk memberikan stimulus besar-besaran untuk mendorong konsumsi. Meskipun volume perdagangan meningkat, keuntungan perusahaan China tidak selalu ikut naik karena mereka harus menurunkan harga untuk bersaing di pasar global yang semakin kompetitif.
Inflasi juga menjadi perhatian serius. Harga produsen terus mengalami kontraksi, mengindikasikan lemahnya permintaan dan potensi deflasi. Kondisi ini membuat beberapa analis ekonomi menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China untuk tahun ini. Citigroup, misalnya, telah memangkas proyeksi pertumbuhan mereka menjadi 4,8%, sementara UBS melihat risiko penurunan dari perkiraan 4,9%.
"Sejauh ini, kuartal ketiga tampaknya akan mengulangi pola kuartal sebelumnya, ketika belanja domestik yang lemah melebihi keuntungan ekspor. Agar pertumbuhan keseluruhan memenuhi target resmi 5% pada tahun 2024, diperlukan lebih banyak stimulus untuk mendorong permintaan domestik," ujar para ekonom Bloomberg.
Ke depan, China harus mencari cara untuk meningkatkan konsumsi domestik dan menemukan sumber pertumbuhan baru. Para ekonom Bloomberg menekankan pentingnya stimulus untuk mendorong permintaan domestik agar target pertumbuhan resmi 5% pada tahun 2024 dapat tercapai. Namun, kebijakan pemerintah yang cenderung konservatif dalam memberikan stimulus menimbulkan pertanyaan tentang apakah langkah-langkah yang diambil akan cukup efektif.
Data ekonomi yang akan dirilis minggu ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang apakah produksi industri masih mampu menjadi penopang pertumbuhan, atau apakah China perlu mengubah strategi ekonominya secara fundamental. Ini akan menjadi momen penting bagi para pembuat kebijakan dan investor untuk memahami arah ekonomi China di masa depan dan mengantisipasi dampaknya terhadap ekonomi global.
What's Your Reaction?